wmhg.org – Status tersangka Yusril Ihza Mahendra terkait dugaan korupsi Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) pada 2010 kembali diungkit oleh Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman.
Terkait hal itu, Yusril yang kini menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) mengklarifikasi soal ucapan Boyamin soal kasus Sisminbakum yang sempat ditangani oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) RI kala dipimpin oleh Jaksa Agung Hendarman Supandji.
Menurutnya, ucapan Boyamin ada benarnya dan ada salahnya juga.
Keterangan Boyamin di Mahkamah Konstitusi (MK) itu ada benarnya, namun ada pula salahnya, ujar Yusril dikutip dari Antara, Rabu (6/11/2024).
Yusril pun mengakui jika dirinya pernah ditetapkan sebagai tersangka atas kasus dugaan korupsi Sisminbakum. Perihal status tersangkanya itu, Yusril menyoal keabsahan Jaksa Agung Hendarman lewat judicial review alias uji materi atas Undang-Undang (UU) Kejaksaan tentang masa jabatan Jaksa Agung ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Berdasarkan UU tersebut, dia berpendapat masa jabatan Hendarman sebagai Jaksa Agung telah habis bersamaan dengan habisnya masa jabatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada periode pertama dan seluruh anggota kabinet.
Kemudian pada masa jabatan Presiden SBY yang kedua, sambung dia, Hendarman tidak pernah diangkat dengan Keputusan Presiden (Keppres) yang baru sebagai Jaksa Agung dan tidak pernah dilantik.
Dengan demikian, ia berpendapat Hendarman bukan merupakan Jaksa Agung dan tidak sah bertindak sebagai Jaksa Agung.
Jaksa merupakan suatu kesatuan. Maka ketika Jaksa Agungnya tidak sah, segala keputusan seluruh jajarannya juga tidak sah, termasuk menetapkan saya sebagai tersangka tindak pidana, ungkapnya.
Prof. Yusril melanjutkan, persoalan itu pun ia bawa ke MK untuk diuji berapa lama masa jabatan Jaksa Agung.
MK kemudian memutuskan Yusril mempunyai kedudukan hukum untuk mengajukan perkara dan mengabulkan sebagian permohonan mantan Menteri Sekretaris Negara tersebut. Namun, sebagian permohonan Yusril ditolak MK, yakni menyatakan penetapan dirinya sebagai tersangka tidak sah.
Jadi tidak benar apa yang dikatakan Boyamin saya lolos dari status sebagai tersangka akibat ketidaksahan Jaksa Agung, tutur Yusril.
Dia menjelaskan setelah putusan MK, perkara Sisminbakum terus berjalan di pengadilan dengan perkembangan selanjutnya Mahkamah Agung (MA) menyatakan kasus Sisminbakum bukan merupakan korupsi dalam putusan tingkat kasasi.
Meski perbuatan yang didakwakan kepada Prof. Romli Atmasasmita dan lainnya dalam kasus itu memang ada, tetapi MA menyatakan perbuatan itu bukan tindak pidana. Dengan begitu, MA melepaskan Prof. Romli dan terdakwa lainnya dari segala tuntutan hukum (onslag).
Meski Prof Romli dan terdakwa lainnya dinyatakan lepas dari segala dakwaan, Yusril menyebutkan dirinya tetap dinyatakan sebagai tersangka dan dicegah bepergian ke luar negeri.
Dalam keadaan itu, dia pun mendesak Jaksa Agung Basrief untuk segera menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), yang pada akhirnya diterbitkan lebih dari 6 bulan kemudian.
Dengan adanya SP3 itu, pada mulanya Yusril mengira persoalan hukum tersebut sudah selesai, tetapi Ketua MAKI Boyamin Saiman melakukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Boyamin saat itu memohon agar Penetapan SP3 Yusril oleh Kejagung dinyatakan tidak sah dan status Yusril dikembalikan lagi sebagai tersangka.
Namun akhirnya, PN Jakarta Selatan menolak gugatan Boyamin seluruhnya. Dalam pertimbangan hukumnya, hakim PN Jakarta Selatan menyatakan bahwa penetapan SP3 kepada Yusril sah dan beralasan hukum.
Putusan PN Jakarta Selatan itu berkekuatan hukum tetap dan tidak bisa diajukan Peninjauan Kembali (PK) ke MA. Dengan demikian kasus Sisminbakum itu tuntas secara hukum seluruhnya, ucap dia.
Sebelumnya, Koordinator MAKI Boyamin Saiman mengungkit pengalaman Menko Yusril yang lolos dari penetapan Kejagung akibat ketidaksahan Jaksa Agung Hendarman Supanji.
Dulu, beliau (Yusril) tersangka di Jaksa Agung. Terus menyatakan penetapan tersangka tidak sah, karena apa? Karena ditetapkan oleh Jaksa Agung yang tidak sah karena tidak dilantik, ujar Boyamin ketika ditemui di Gedung MK, Jakarta, Selasa (5/11).