wmhg.org – Indonesian Police Watch (IPW) mendesak Kejaksaan Agung (Kejagung) RI segera melanjutkan perkara dugaan korupsi dan pencucian uang, dalam pembelian 15 unit pesawat MA60.
Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso mengaku khawatir jika perkara ini tidak diusut maka bakal kedaluwarsa. Pasalnya perkara ini terjadi sekira 2011 silam.
Sementara sebuah perkara dinyatakan kedaluwarsa jika tidak tidak dilakukan pengusutan selama 16 tahun.
Sugeng mengatakan, dugaan kasus korupsi ini sempat dilakukan oleh pihak Kejagung pada Mei 2011 silam. Taksiran kerugian negara dalam perkara ini mencapai USD46,5 juta.
“Hal ini perlu diingatkan karena kasus ini bagaikan masuk ke dalam peti es dan berpotensi kedaluwarsa, tidak bisa dituntut, dalam waktu 16 tahun sejak 2011,” kata Sugeng di kawasan Jakarta Selatan, Kamis (15/8/2024).
Sugeng mengatakan, dalam perkara ini, diduga terjadi penggelembungan harga, mulanya, pesawat MA60 USD11,2 juta. Namun digelembungkan menjadi USD14,3 juta.
Sugeng juga menyebut, jika pesawat produksi Xian Aircraft Industry ini tidak memiliki sertifikasi Federation Aviation Asministration (FAA).
“Kemudian, dari skema pembelian yang semula B to B (business to business) diubah dan diduga dimanipulasi menjadi government to business,” kata Sugeng.
Sugeng menuturkan, peristiwa ini bermula saat saat berlangsungnya Joint Commission Meeting Indonesia-China pada 29 Mei 2005 silam.
Saat itu, terdapat penawaran pembelian pesawat MA60 kepada perusahaan Merpati Nusantara Airlines, yang saat ini sudah tutup, yang dilanjutkan dengan penandatangan kerjasama pada tahun 2006, antara Merpati Nusantara Airlines dengan Xian Aircraft Industry dari China.
Namun, saat itu Wakil Presiden Jusuf Kalla kala menolak adanya kerjasama ini. Namun pada 5 Agustus 2008, telah dilakukan penandatanganan pembelian 15 unit pesawat MA60 untuk kepentingan Merpati Nusantara Airlines.
Penandatanganan tersebut dilakukan Dirjen Pengelolaan Utang mewakili Pemerintah Indonesia, dengan China Exim Bank. Sistem pengucuran pinjaman dijamin pemerintah, jadi dengan APBN. dengan kebijakan politik pengalokasian anggaran.
“Nah apabila itu dijamin APBN maka itu harus mendapatkan dari DPR dalam satu rapat penganggaran. Akan tetapi persetujuan tersebut hanya dilakukan oleh oknum anggota DPR Komisi IX dalam hal dikeluarkannya subsidiary loan agreement atau SLA senilai 200 juta dolar AS,” ucapnya.
“Modus untuk mengamankan uang hasil korupsi dan TPPU sebesar USD46,5 juta, dilakukan melalui rekayasa dengan memunculkan broker boneka yang dikontruksikan seolah-olah menjadi agen penjualan 15 unit pesawat Xian Aircraft Industry yang diperankan MS pemilik BPG, dengan memakai PT MGGS. Diduga atas inisiatif AH pemilik PT IMC Pelita Logistik,” imbuhnya.
Sugeng melanjutkan, uang hasil selisih pembelian 15 unit pesawat ini kemudian ditampung dalam rekening PT. MGGS.
Hasil tersebut, lanjut Sugeng, diduga dialirkan ke rekening PT IMC Pelita Logistik Tbk dan PT. Indoprima Marine, yang selanjutnya dialihkan atau dibelanjakan dan dibayarkan untuk pembelian barang-barang termasuk floating crane batu bara.
“Berdasarkan laporan hasil emeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI terkonfirmasi PT. MGGS, perusahaan yang berdiri sejak tahun 1983 merupakan agen penjualan 15 unit pesawat Xian Aircraft Industry dari China senilai Rp2,13 triliun,” katanya.
Selain merugikan negara, pesawat produksi Xia Aircraft Industry ini juga sempat memakan korban jiwa. Pada 7 Mei 2011 silam sebuah pesawat MA60 jatuh di perairan Kaimana, Papua Barat yang menewaskan 27 penumpang.
“Operasional pesawat dari tahun 2007 hingga 2011 mengalami kerugian sebesar Rp56 miliar. Di mana salah satu pesawat M60 jatuh di perairan Kaimana, Papua Barat yang menewaskan 27 penumpang pada 7 Mei 2011,” pungkas Sugeng.