wmhg.org – Executive Director Generasi Melek Politik (GMP) Neildeva Despendya meminta agar pemerintahan Prabowo-Gibran mendengarkan aspirasi kalangan muuda dari generasi Z alian Gen Z. Pasalnya selama ini, Neildeva menilai Gen Z hanya menjadi target audience, belum dilibatkan secara utuh tentang apa yang mereka inginkan dan butuhkan.
Sebab dalam negara demokratis, budaya dialog terbuka seperti town hall meeting menjadi bagian dari proses politik.
“Padahal Gen Z adalah generasi yang akan menghadapi dampak langsung dari keputusan hari ini, termasuk di daerah kecil yang sering luput dari perhatian,” katanya lewat keterangan tertulis dikutip wmhg.org, Senin (7/10/2024).
Menurutnya, di negara maju seperti Amerika Serikat dan Inggris, warganya memiliki Youth Parliament Forum untuk anak muda menyampaikan kritik dan aspirasinya langsung kepada pemerintah.
“Namun, di Indonesia, budaya dialog semacam ini masih minim, terutama bagi generasi muda yang sering kali tidak mendapatkan ruang yang memadai untuk menyuarakan pandangan mereka,” jelas Neildeva.
Partisipasi generasi muda, lanjut Neildeva, dianggap penting, sehingga dirinya berkomitmen menjadi pelopor dalam memperkuat partisipasi anak muda lewat Council of Gen Z (COGZ) dengan mengusung topik Kebijakan Krisis Iklim di Pemerintahan Baru: Indonesia Emas Atau Indonesia Cemas?
“Ini adalah inisiatif yang bertujuan menciptakan ruang partisipasi politik yang aman dan inklusif bagi anak muda, tidak hanya memberikan ruang diskusi, tetapi juga bertujuan untuk memberdayakan generasi muda agar lebih terlibat dalam politik, memastikan bahwa anak muda turut diperhitungkan dalam pembuatan kebijakan,” jelasnya.
COGZ sendiri merupakan wadah yang mempertemukan 10 perwakilan Gen Z peserta terbaik Academia Politica, yang berasal dari berbagai daerah yakni Kalimantan, Bandung, Yogyakarta, Jabodetabek, dan Sulawesi.
Mereka secara langsung menyampaikan isu-isu daerah kepada tiga orang perwakilan pemerintah Prabowo-Gibran, yakni Triana Krisandini Tandjung, Gemintang Kejora Mallarangeng dan Faiz Arsyad.
Tanggapan Kubu Prabowo-Gibran soal Isu Iklim
Triana Krisandini menanggapi soal kota berkelanjutan. Dia mengatakan, masyarakat, NGO, perusahaan, dan pemerintah memiliki peran yang sama pentingnya dalam membangun kota yang ramah lingkungan tanpa merusak ekosistem yang ada khususnya dalam pembangunan IKN.
“Misalnya dari segi perusahaan, diperlukan transparansi kegiatan industri seperti pencatatan dan pelaporan dampak iklim yang dikeluarkan untuk publik. Dengan demikian, pemerintah dapat membuat regulasi agar kegiatan industri dilakukan secara ramah lingkungan,” kata Triana.
Kemudian Triana juga menanggapi soal transpotasi berkelanjutan. Triana menyebut Indonesia bisa mencontoh Singapura yang berhasil menurunkan hampir setengah emisinya dengan membuat atap di atas trotoar demi kenyamanan pejalan kaki.
“Diperlukan juga transisi dari kendaraan umum dengan bensin menjadi kendaraan umum berbasis listrik demi menurunkan polusi,” tutur dia.
Triana menambahkan, soal pariwisata berkelanjutan, pengelolaan limbah berkelanjutan dan polusi laut menjadi pemahaman tambahan bahwa sampah tidak cukup hanya dibuang melainkan harus dipilah dengan benar. Tujuannya, sebagai bentuk mitigasi penumpukan sampah dengan kandungan gas metana yang tinggi.
“Mendaur ulang sampah yang sudah dipilah sehingga menciptakan lapangan pekerjaan baru yang berbasis ramah lingkungan,” harap dia.
Senada dengan itu, Faiz Arsyad juga menyampaikan pandangannya soal kota berkelanjutan.
Menurutnya, sebelum mengeluarkan Izin Usaha Pertambangan (IUP), diperlukan proses verifikasi secara jelas dari Kementerian ESDM serta Kementerian lainnya yang sifatnya bukan hanya sekadar formalitas di lapangan.
“Dengan demikian, proses IUP tidak serta merta dikeluarkan begitu saja melainkan sudah melalui proses yang detail sehingga tetap mempertahankan lahan hijau dan tidak merusak lingkungan,” kata Faiz.
Kemudian, Perwakilan Prabowo-Gibran lainnya, Gemintang Kejora Mallarangeng menanggapi soal transportasi berkelanjutan yang memperhatikan kesamaan standar polusi udara antara Kementerian atau institusi di Indonesia dengan institusi global atau internasional agar semua pihak merasakan urgensi yang sama.
“Lakukan monitoring dan evaluasi terkait standar tersebut,” tutupnya.