wmhg.org – Pilkada serentak 2024 sudah berlalu, kini di setiap daerah sudah menemukan pasangan calon pemenangnya.
Pasalnya, hasil rekapitulasi dari Pilkada 2024 serentak sudah diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) di masing-masing daerah.
Namun, cawe-cawe seorang eks Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi) terhadap pilkada ini menurut seorang Pandji Pragiwaksono masih terlalu bahaya dan mengancam selama 5 tahun ke depan.
Dalam kanal Youtubenya, Pandji berbagi pikiran soal issue cawe-cawenya Jokowi, bahkan Presiden Prabowo Subianto.
Awalnya, kedua orang tersebut mengaku bahwa tidak akan ikut cawe-cawe ke dalam Pilkada 2024. Mereka akan netral dan mendukung semuanya.
Namun pada kenyataannya, baik Prabowo maupun Jokowi justru bar-bar mengkampanyekan salah satu pasangan di setiap daerah.
“Awalnya,Pak Prabowo sempat bilang bahwa beliau tidak akan cawe-cawe di Pilkada, Pak Jokowi juga begitu,” ujar Pandji.
“Tapi masalahnya beberapa hari kemudian, semuanya pada cawe-cawe. Prabowo bikin surat yang ngajak orang untuk memilih, dan Pak Jokowi juga melakukan endorsment,” tandasnya.
Hal ini sontak membuat Pandji memberi label Jokowi, bahwa huruf depan ‘J’ pada nama Jokowi adalah “Jastip” alias jasa titip.
Pasalnya, ia menemukan banyak sekali kompilasi video yang memperlihatkan pertemuan Jokowi dengan puluhan calon kepala daerah pada saat itu. Di setiap pertemuan tersebut, Jokowi selalu mengatakan kalimat yang berawalan ‘Saya titip…’.
“J pada nama Jokowi adalah Jastip,” sebut Pandji.
“Banyak sekali video di youtube, kompilasi video yang dia itu ngomong hal yang sama ‘saya titip Solo kepada..’ ‘saya titip Denpasar..’, saya titip, saya titip, buanyak banget. Tapi intinya dia bukan titip tapi ngendors,” tambahnya.
Menurut Pandji calon kepala daerah yang diendors oleh Jokowi tentu merasa senang, karena secara tidak langsung akan mendapatkan tambahan dukungan.
“Orang-orang itu tentu seneng diendors Pak Jokowi, karena Pak Jokowi merupakan faktor penambah. Kalau Pak Jokowi bilang ‘saya dukung anda’ dan videonya akan menyebar, rakyat tentu akan bilang oh aku pilih siapa yang dipilih Jokowi,” urainya.
Namun, uniknya, dukungan Jokowi justru menjadi faktor pengurang di Ibu Kota. Masyarakat justru memenangkan pasangan Pramono Anung dan Rano Karno.
“Cuman di satu tempat, dukungan Jokowi menjadi faktor pengurang, itu adalah Pilkada DKI Jakarta. Itulah pada akhirnya Pramono Anung dan Rano Karno menang satu putaran,” tandasnya.
Kontributor : Kanita