wmhg.org – JAKARTA. Kondisi perekonomian dalam negeri nampaknya mulai menghadapi goncangan. Beberapa faktor yang mengkhawatirkan diantaranya, kondisi manufaktur Indonesia yang mengalami kontraksi dua bulan beruntun.
Kekhawatiran tersebut bertambah, sejalan dengan jumlah masyarakat kelas menengah yang mulai turun dan juga daya beli masyarakat yang menurun.
Berdasarkan laporan S&P Global, PMI Manufaktur Indonesia tercatat sebesar 48,9 pada Agustus 2024, atau turun dari bulan Juli 2024 yang sebesar 49,3. Artinya selama dua bulan beruntun manufaktur Indonesia mengalami kontraksi.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyampaikan, langkah cepat untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan pemerintah segera mengeluarkan paket kebijakan pemulihan industri manufaktur.
Paket kebijakan tersebut diantaranya, pertama, menahan pelemahan daya beli dengan menunda kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) 12% pada awal tahun 2025.
“Porsi pengeluaran kelas menengah untuk iuran dan pungutan termasuk pajak semakin besar sehingga instrumen pajak saat ini bersifat regresif atau lebih menjadi beban ke kelompok menengah ke bawah,” tutur Bhima Yudhistira kepada Kontan, Senin (2/9).
Paket kebijakan kedua, dengan memfokuskan insentif pajak ke industri padat karya untuk cegah pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.
Ketiga, mempercepat pembangunan infrastruktur kawasan industri atau infrastruktur logistik Keempat, membenahi pengawasan impor barang jadi. Serta kelima menerapkan kebijakan suku bunga pinjaman khusus untuk industri pakaian jadi dan alas kaki.
Bila, paket kebijakan tidak segera dilaksanakan, Bhima memprediksi PMI Manufaktur Indonesia bisa mengalami kontraksi hingga tahun depan.
“Bisa sampai tahun depan kalau tanpa intervensi efektif kebijakan pemerintah,” ungkapnya.
Untuk diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pada 2019 masyarakat kelas menengah mencapai 57,33 juta dan tahun ini turun menjadi 47,85 juta.
Tak hanya itu, masyarakat kelas menengah yang bekerja di sektor formal juga turun dari 2019 sebanyak 61,71% menjadi 2023 sebesar 58,65%. Saat yang sama, kelas menengah yang bekerja di sektor informal naik dari 2019 sebanyak 38,29% menjadi 40,6% pada 2024.
Lebih lanjut, proporsi pembayaran iuran atau pajak masyarakat kelas menengah meningkat dalam 10 tahun terakhir. Pembayaran iuran atau pajak pada 2014 hanya sebesar 1,62%, kemudian meningkat menjadi 4,53% pada 2024.
Meningkatnya pembayaran pajak atau iuran tersebut sejalan dengan terjadinya pergeseran belanja pada kelas menengah. Pada tahun 2014, belanja prioritas masyarakat kelas menengah mayoritas dibelikan untuk makanan sebesar 45,53% dan untuk perumahan sebesar 32,67%.
Namun 10 tahun kemudian, yakni pada tahun 2024, pola belanja tersebut berubah menurun, menjadi 41,67% untuk makanan dan 28,52% untuk perumahan.