wmhg.org – JAKARTA. Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan dua kebijakan penting dalam upaya pemerataan kepemilikan tanah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, yaitu Surat Keputusan (SK) Biru TORA dan SK Hijau Hutan Sosial (Hutsos).
SK Biru TORA mengatur legalisasi dan redistribusi tanah yang dikuasai negara kepada masyarakat, sementara SK Hijau Hutsos mengatur pemanfaatan hutan sosial untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang tinggal di sekitar hutan.
Kebijakan ini merupakan bagian dari program Reforma Agraria, salah satu pilar utama Kebijakan Pemerataan Ekonomi yang diluncurkan oleh Presiden Joko Widodo pada tahun 2017.
Reforma Agraria menekankan pentingnya kesetaraan dan keadilan dalam memberikan akses terhadap aset atau modal bagi masyarakat ekonomi lemah, salah satunya berupa lahan atau tanah.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menegaskan bahwa penyelesaian penggunaan tanah dalam kawasan hutan merupakan hal yang sangat penting. Salah satu penerapan kebijakan ini adalah pada Kebun Sawit Rakyat, untuk mendukung tata kelola yang baik.
Dalam pelaksanaan kebijakan ini, Presiden Joko Widodo juga telah menyerahkan SK kepada penerima manfaat, yaitu SK TORA (SK Biru) seluas 43.100 hektare dan SK Hutsos (SK Hijau) seluas 1.085.276 hektare.
Selain itu, juga diserahkan hutan adat seluas 15.879 hektare kepada masyarakat hukum adat dan lahan untuk Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) dengan total luas 37.000 hektare.
Airlangga Hartarto menyatakan bahwa realisasi dana PSR hingga Juni 2024 telah mencapai Rp 9,6 triliun untuk 154.886 pekebun dengan luas lahan 344.792 hektare.
Dana yang diterima oleh pekebun akan ditingkatkan dari Rp 30 juta menjadi Rp 60 juta per hektare, dengan harapan peningkatan produktivitas menjadi 24 ton tandan buah segar (TBS) per hektare.
Untuk mendukung perbaikan tata kelola kelapa sawit, pemerintah juga sedang menyusun Peraturan Presiden (Perpres) tentang Strategi dan Aksi Nasional Kelapa Sawit Berkelanjutan (Sanas-KSB) 2025-2029, yang akan menggantikan Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2019.
Airlangga menekankan bahwa penerima manfaat TORA dan SK Hijau perlu mendapatkan pendampingan dari berbagai pihak, termasuk Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Kementerian Desa, BUMN, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kementerian Pariwisata, Perhutani, pemerintah daerah, sektor perbankan, serta pengusaha di bidang kelapa sawit.
Pendampingan ini diharapkan dapat meningkatkan kapasitas bisnis masyarakat dan mendorong integrasi berbasis desa dan skala regional yang lebih besar.