wmhg.org-JAKARTA. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati resmi menerbitkan aturan baru yang memperkuat ketentuan anti penghindaran kewajiban atas akses informasi keuangan demi kepentingan perpajakan.
Hal tersebut tertuang daam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 47 Tahun 2024, yang merupakan perubahan ketiga atas PMK Nomor 70 Tahun 2017 tentang Petunjuk Teknis Mengenai Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan.
Aturan tersebut juga mempertegas posisi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk mengakses informasi keuangan dari lembaga jasa keuangan dan entitas terkait untuk keperluan perpajakan.
PMK 70/2017 tentang Petunjuk Teknis mengenai Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan belum mengatur ketentuan anti penghindaran sesuai dengan standar pelaporan umum (common reporting standard), sehingga perlu dilakukan perubahan, bunyi bagian pertimbangan dalam beleid tersebut, dikutip Minggu (11/8).
Dalam PMK 47/2024, terdapat penambahan Bab VA yang berisi Pasal 30 A dengan penegasan bahwa setiap pihak dilarang melakukan kesepakatan dan/atau praktik dengan maksud dan tujuan untuk menghindari kewajiban informasi pajak, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017 terkait akses informasi keuangan untuk perpajakan yang mengatur program Automatic Exchange of Information (AEoI).
Baca Juga: Penerapan Pajak Karbon Masih Menunggu Aturan Sri Mulyani
Akses informasi tersebut mencakup penyampaian laporan otomatis mengenai informasi keuangan dan penyediaan data atau bukti berdasarkan permintaan untuk pelaksanaan aturan perpajakan serta kesepakatan internasional.
Dalam hal terjadi pelanggaran terkait penghindaran pertukaran informasi pajak, maka kesepakatan/ praktik lembaga keuangan dianggap tidak berlaku dan/ atau tidak terjadi. Kemudian, kewajiban pemenuhan informasi tetap harus dipenuhi oleh setiap orang/entitas lain.
Tidak hanya itu, Direktur Jenderal Pajak berwenang menentukan kesepakatan dan/atau praktik sebagai suatu kesepakatan dan/atau praktik dengan maksud dan tujuan untuk menghindari kewajiban sebagaimana di atur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan.
Dirjen Pajak juga berwenang memperoleh informasi keuangan, termasuk keterangan dan/atau informasi lainnya, yang berkaitan dengan kesepakatan dan/atau praktik sebagaimana dimaksud di atas.Â
Lebih jauh, dalam Pasal 30A ayat 4 juga menegaskan bahwa setiap orang dilarang membuat pernyataan palsu atau menyembunyikan informasi yang sebenarnya atau wajib disampaikan.
Ditegaskan juga bahwa Dirjen Pajak dapat menyampaikan teguran tertulis, pemeriksaan bahkan hingga langkah hukum pidana soal perpajakan bagi mereka yang terbukti melakukan penghindaran akses terhadap informasi perpajakan.
Untuk diketahui, setiap orang atau entitas lain yang dimaksud dalam beleid tersebut adalah lembaga jasa keuangan (LJK), LJK Lainnya, entitas lain, pimpinan dan/atau pegawai LJK, pimpinan dan/atau pegawai LJK lainnya, pimpinan dan/ atau pegawai entitas lain, pemegang rekening keuangan orang pribadi, pemegang rekening keuangan entitas, penyedia jasa, perantara dan/atau pihak lain.