wmhg.org – JAKARTA. Pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 96 Tahun 2024 tentang Cadangan Penyangga Energi (CPE). Beleid ini diundangkan pada 2 September 2024.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro menilai kebijakan cadangan penyangga energi sebetulnya sudah cukup lama diperlukan.Â
Hal ini berkaca dari negara di Eropa dan Amerika yang mempunyai SPR (strategic petroleum resource) sebagai stok penyangga energi.
Sedangkan Indonesia masih zero atau nol cadangan penyangga energi karena yang ada adalah stok milik BUMN atau Pertamina yang belum terjual. Atau biasa disebut ketahanan pasokan atau stok sampai 25 hari dan ini bukan punya negara, tapi punya BUMN.
Kalau di negara lain itu punya negara. Artinya memang negara mengeluarkan uang dari APBN mereka atau dari fiskal mereka untuk itu cadangan penyangga energi, ujar Komaidi kepada Kontan, Selasa (3/9).
Komaidi menambahkan, adanya regulasi membuat jelas pengelolaan cadangan penyangga energi. Menurutnya, jika Pertamina yang ditugaskan mungkin sebagai pelaksana, tapi anggarannya pengadaan cadangan penyangga energi dari APBN.Â
Sehingga keuangan Pertamina atau korporasi atau BUMN dalam hal ini jauh lebih baik. Jauh lebih sehat, terang dia.
Lebih lanjut Komaidi menjelaskan bahwa cadangan penyangga energi tidak terkait dengan rencana pembatasan BBM jenis tertentu.
Sebab, cadangan penyangga energi untuk ketahanan energi nasional dan keberlanjutan pasokan supaya ekonomi jalan dan sosialnya aman.Â
Akan tetapi, jika pembatasan BBM jenis tertentu tujuannya untuk penataan supaya bisa dinikmati oleh yang berhak, fiskalnya lebih baik, bisa dialokasikan ke pengeluaran yang lebih produktif seperti ke kesehatan, pendidikan, dan fasilitas umum.
Jadi ini seolah-olah ada irisannya, tapi ini dua hal yang berbeda sebetulnya, jelas Komaidi.Â
Seperti diketahui, Pasal 2 perpres nomor 96 tahun 2024 tentang Cadangan Penyangga Energi (CPE), menyebutkan, penyediaan cadangan penyangga energi merupakan kewajiban yang harus disediakan oleh pemerintah pusat. CPE merupakan barang milik negara berupa persediaan.
Penyediaan cadangan penyangga energi bertujuan untuk menjamin ketahanan energi nasional, mengatasi krisis energi dan darurat energi, dan melaksanakan pembangunan berkelanjutan, sebut Pasal 2 ayat (3) dikutip Selasa (3/9).
Pengaturan cadangan penyangga energi oleh Dewan Energi Nasional (DEN) meliputi penentuan jenis, jumlah, waktu, dan lokasi cadangan penyangga energi.
Jenis cadangan penyangga energi ditetapkan dengan mempertimbangkan peran strategis dalam konsumsi nasional, sumber perolehan yang berasal dari impor, sebagai modal pembangunan nasional, neraca energi nasional, dan/atau sumber energi yang siap ditransformasikan atau dipergunakan.Â
Pasal 6 menyebutkan bahwa jumlah cadangan penyangga energi yang ditetapkan antara lain bahan bakar minyak jenis bensin (gasoline) sejumlah 9,64 juta barel, Liquefied Petroleum Gas (LPG) sejumlah 525,78 ribu metrik ton, dan minyak bumi sejumlah 10,17 juta barel.
Adapun, pemenuhan penyediaan cadangan penyangga energi tersebut diberikan jangka waktu sampai tahun 2035.
Waktu cadangan penyangga energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c merupakan lama waktu yang ditentukan untuk memenuhi jumlah CPE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, sampai dengan kurun waktu tahun 2035 yang dipenuhi sesuai dengan kemampuan keuangan negara, tulis Pasal 7.