wmhg.org – JAKARTA. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sepakat sasaran pembangunan yang ditargetkan pemerintah tidak mencapai output dan outcome, maka tunjangan kinerja (tukin) kementerian/lembaga (K/L) akan dikurangi.
“Mengenai insentif bagi K/L dalam mencapai target output dan outcome, secara spirit dan prinsip kami menyetujui karena harusnya reward dan penalty itu adalah sesuatu yang dalam paket yang lengkap,” tutur Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI, Rabu (28/8).
Sri Mulyani menyampaikan, tanggung jawab sasaran pembangunan seperti kemiskinan dan kemiskinan ekstrim, gini ratio, tingkat pengangguran terbuka, serta indeks modal manusia, tidak hanya dikerjakan oleh satu K/L saja, melainkan beberapa.
Nah ke depannya, perlu dilakukan beberapa kajian mendalam dan serius terkait pemberian reward dan penalty, untuk menentukan K/L mana saja yang paling besar tanggung jawabnya, serta besaran porsi kinerjanya.
“Kedua, lebih teknis karena tukin itu ditentukan melalui Perpres. Kalau Perpres itu biasanya agak panjang dari sisi proses karena MenPAN-RB yang akan menentukan kinerja mereka, kemudian dari kami lihat dari amplop anggarannya dan baru kita akan membuat keputusan,” ujarnya.
Sri Mulyani menambahkan, memang untuk mengaplikasikan kebijakan tersebut membutuhkan waktu yang lama, namun Ia memahami apa yang diusulkan oleh komisi XI DPR RI.
Sebelumnya, usulan untuk mengurangi tukin ini disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Dolfie O.F.P. Ia menyebut, setiap tahun pemerintah merumuskan sasaran pembangunan, akan tetapi bila tidak tercapai tidak ada pertanggungjawaban yang berarti.
Misalnya saja, tingkat kemiskinan yang ditargetkan 7,5% pada 2024 dipastikan tidak tercapai. Berdasarkan penghitungan Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2023, angka kemiskinan nasional masih mencapai 9,36%.
Pada rencana pembangunan jangka menengah nasional 2020-2024, pemerintah telah menetapkan target angka kemiskinan sebesar 6,5% hingga 7,5%. Tersisa waktu sekitar 4 bulan untuk mengejar target, sebelum pemerintahan Presiden Joko Widodo berganti.
“Berdasarkan laporan BPS kemiskinan ekstrim tidak tercapai bahkan mengindikasikan bahwa kemiskinan ekstrem hanya dijadikan program politik di 2024, karena nggak tercapai profilnya nggak berubah. Kalau tidak tercapai siapa yg bertanggung jawab ini?,” ungkapnya.
“Apabila tidak tercapai itu gimana? Kami mengusulkan misalnya tingkat pengangguran terbuka ini kan ada K/L yang mengurusi ini, tukinnya disesuaikan karena tidak tercapai, nggak bisa dibiarin. Rakyat menunggunya lama nanti sementara ASN nya gajinya naik terus,” tandasnya.