wmhg.org – JAKARTA. Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025, pemerintah menargetkan penerimaan bea keluar sebesar Rp 4,5 triliun.
Angka ini mengalami penurunan drastis sebesar 71,4% dibandingkan dengan outlook tahun 2024 yang mencapai Rp 15,6 triliun. Penurunan ini mencerminkan antisipasi terhadap penurunan harga komoditas, terutama minyak kelapa sawit (CPO) dan batubara.
Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira Adhinegara, menilai target ini sudah cukup realistis.
Penurunan penerimaan bea keluar ini merupakan langkah antisipasi terhadap pelemahan harga komoditas, khususnya CPO dan batubara, yang dipengaruhi oleh rendahnya permintaan dari China dan ancaman resesi di Amerika Serikat, jelasnya kepada Kontan, Kamis (22/8).
Bhima juga menambahkan bahwa peningkatan standar lingkungan yang diberlakukan oleh negara-negara maju turut memberikan dampak negatif terhadap kinerja komoditas.
Selain itu, risiko geopolitik, seperti kemungkinan terpilihnya kembali Donald Trump pada pemilu mendatang yang bisa memicu gelombang perang dagang, juga menjadi faktor yang mempengaruhi ekspor Indonesia.
Untuk tahun 2025, Bhima memperkirakan harga CPO di pasar internasional akan bergerak di kisaran 2.300-3.400 ringgit per ton, sementara harga batubara diperkirakan berada di antara US$ 60 – US$ 90 per ton.
Kondisi ini, menurutnya, berpotensi membuat target penerimaan bea keluar kembali direvisi dalam APBN Perubahan 2025.
Situasi ekonomi global yang masih dipenuhi ketidakpastian membuat harapan untuk kembali meraih bonanza komoditas menjadi sulit. Oleh karena itu, sumber penerimaan bea cukai perlu dialihkan ke sektor non-komoditas, tambah Bhima.
Data dari Buku II Nota Keuangan menunjukkan bahwa fluktuasi harga komoditas, terutama CPO, serta realisasi dan outlook bea keluar tahun sebelumnya menjadi pertimbangan utama dalam menetapkan target penerimaan bea keluar di RAPBN 2025.