wmhg.org – JAKARTA. Vietnam digadang-gadang mampu memimpin perekonomian Asia Tenggara dalam 10 tahun mendatang atau pada 2034. Indonesia hanya mampu masuk di posisi ketiga diantara negara Asia Tenggara.
Dalam laporan ‘Navigating High Winds: Southeast Asia Outlook 2024 – 2034’ yang dirilis oleh Angsana Council, Bain & Company dan Bank DBS, pertumbuhan ekonomi Vietnam dalam satu dekade kedepan rata-rata akan mencapai 6,6%.
Sementara itu, Filipina berada di urutan kedua dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi mencapai 6,1%, dan Indonesia berada di urutan ketiga dengan proyeksi pertumbuhan sebesar 5,7%.
Perekonomian Vietnam akan tumbuh kuat disokong kinerja ekspor yang baik, bahkan digadang-gadang bisa mengalahkan China.
“Ekosistem domestiknya mendorong persaingan antar provinsi yang sehat dan menumbuhkan tenaga kerja yang kuat. Kombinasi ini menjadikan Vietnam siap untuk menarik beragam sumber investasi, sekaligus mengembangkan ekonominya,” mengutip keterangan tertulis dari Bank DBS, Rabu (7/8).
Selanjutnya, pertumbuhan ekonomi Filipina diperkirakan akan tumbuh sebesar 6,1% dalam satu dekade kedepan, didorong oleh oleh pemerintahan yang pro-pertumbuhan.
Pemerintah Filipina memprioritaskan investasi pada infrastruktur, terutama melalui proyek-proyek energi terbarukan yang menarik minat para investor. Filipina juga dapat memetik keuntungan demografis, tidak seperti Singapura dan Thailand yang akan menghadapi tantangan di bidang ini.
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan akan mengalami pertumbuhan sebesar 5,7%, didukung oleh sektor logam dasar, pertambangan, dan infrastruktur yang sedang booming, belanja infrastruktur yang tinggi, unggul dalam kewirausahaan yang didukung dengan teknologi, serta meningkatnya jumlah penduduk dan angkatan kerja.
Akan tetapi, Indonesia memiliki potensi yang besar untuk melampaui perkiraan ini mengingat ketersediaan sumber daya, populasi, dan tenaga kerja yang terus bertambah, serta ekosistem kewirausahaan dan inovasi yang berkembang pesat.
Indonesia dinilai perlu meningkatkan nilai tambah manufaktur atau Manufacturing Value-Added (MVA), memperluas jangkauan di luar komoditas, dan menjaga agar perekonomiannya tetap terbuka dan kompetitif.
Demikian juga Malaysia diperkirakan akan tumbuh sebesar 4,5%, Thailand diperkirakan mencapai 2,8%, dan Singapura diperkirakan mencapai 2,5%.
Untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi di kawasan SEA-6 (Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam), lembaga tersebut merekomendasikan agar negara kawasan mempercepat transisi ekonomi hijau, mengembangkan teknologi (Technology-Enabled Disruptors atau TED), dan berinvestasi di sektor-sektor pertumbuhan baru.
Selain itu, negara kawasan juga direkomendasikan untuk memperkuat pasar modal dan memperluas investasi, serta merangkul dan terlibat dalam multilateral yang bisa bermanfaat bagi pertumbuhan kolektif kawasan ini.